Yuk Nak, Kita ke Perpustakaan!
3158.jpg

SEJUMLAH anak membaca buku di perpustakaan SD Gagas Ceria, Jalan Malabar, Kota Bandung, Rabu (23/3/2016). Suasana perpustakaan yang nyaman dan terkesan santai mampu meningkatkan minat baca anak. Perpustakaan sekolah ini telah menjadi taman bacaan masyarakat yang nyaman dan memperhatikan dunia anak. (Foto: Armin Abdul Jabbar/PR)
BERDEBU, kusam, dan suram. Oh, tidak, tidak. Hilangkan bayangan itu dari benak Anda saat memikirkan perpustakaan anak. Upaya memasukkan dunia anak ke ruang perpustakaan telah membuat ruang publik itu menjadi tujuan favorit anak-anak. Pemandangan yang menyenangkan adalah ketika melihat anak-anak betah berlama-lama membuka berbagai buku yang merupakan jendela mereka melihat dunia.
Kesan yang tertanam selama ini tentang perpustakaan memang tidak jauh dari buku berdebu, rak atau lemari buku yang reot, susunan buku yang tidak teratur, dan sebagainya. Hal-hal itulah yang akhirnya membuat anak-anak malas berkunjung ke perpustakaan, meski bukan berarti mereka malas membaca buku. Orangtua pun memilih supaya anaknya menjauh dari perpustakaan akibat bayangan lama itu.
Akan tetapi, itu dulu. Kini, sudah banyak perpustakaan yang kondisinya betul-betul terbalik dari kesan lama itu. Ada perpustakaan yang dimiliki pemerintah, sekolah, ataupun perpustakaan pribadi. Kebanyakan dalam kondisi terawat, baik, dan indah.
Sebagian perpustakaan sekarang bukan hanya memiliki kondisi ruangan yang ramah anak, tetapi juga menyajikan berbagai aktivitas yang memancing anak agar semakin gemar membaca buku. Ya, perpustakaan anak memang telah bermetamorfosis menjadi arena kegiatan bersama untuk kemajuan literasi.
Seperti di Perpustakaan Elmuloka yang berlokasi di SD Gagas Ceria, Jalan Malabar Nomor 61 Kota Bandung. Sejak dibuka tahun 2005 dan diresmikan 2007, perpustakaan sekolah itu telah menjadi taman bacaan masyarakat yang nyaman dan memperhatikan dunia anak.
Ruangannya tidak terlalu luas, tetapi sangat nyaman dan ramah anak. Ruangannya menggunakan pendingin, lantai kayu dibiarkan kosong sebagian dan dilengkapi bantal besar. Ada beberapa sofa, juga area yang bersih dan terang. Ada pula berbagai kegiatan menyenangkan untuk anak-anak.
”Perpustakaan itu mindset zaman dulu merupakan tempat untuk meminjam buku. Sekarang, tidak bisa lagi seperti itu. Perpustakaan bisa mati. Perpustakaan harus aktif menjemput bola. Misalnya, membuat kegiatan supaya anak-anak mau datang. Setelah itu, mereka akan penasaran dengan kegiatan dan buku-bukunya, lalu lama-lama jadi senang,” kata Karin Karina, pengelola Elmuloka.
Hari itu, Rabu (23/3/2016), adalah hari mendongeng. Pada pagi hari, beberapa kelas dari sekolah itu bergiliran mengunjungi perpustakaan untuk mendengarkan dongeng lalu kemudian membaca buku. Agak siang, anak-anak dari luar sekolah atau pengunjung umum mulai berdatangan menantikan kegiatan dongeng yang dilakukan pukul 11.30.
Sambil menantikan dongeng, anak-anak asyik membaca aneka buku yang tersedia yang sudah disusun mengikuti klasifikasi desimal Dewey. Ada yang membaca di sofa. Ada yang sambil merebahkan badan di lantai kayu dengan menggunakan bantal besar, ada pula yang asyik berpindah-pindah mencari buku menggunakan tangga kecil.
Bukan hanya dongeng. Perpustakaan Elmuloka yang artinya ”tempat ilmu” dalam bahasa Sunda, menyelenggarakan berbagai kegiatan. Melalui kegiatan itu, anak-anak akan semakin terpancing untuk membaca buku.
”Misalnya yang menyukai origami, kami akan perlihatkan buku tentang handy craft. Kalau anaknya senang melakukan percobaan, kami arahkan ke buku ilmiah. Jadi, apa pun yang mereka inginkan, kita beri tahu bahwa pengetahuannya tersaji di perpustakaan. Mereka akan belajar dari buku lalu menyadari bahwa membaca adalah hal menyenangkan tanpa rasa paksaan,” tuturnya.
Begitu pun yang terlihat di Perpustakaan Pustakalana, Jalan Taman Cibeunying Selatan Nomor 5 Kota Bandung. Bukan hanya memancing anak-anak untuk datang, perpustakaan itu juga merangkul para ibu agar mau membawa anaknya ke perpustakaan.
Ruang perpustakaan itu tidak luas. Namun, tempatnya nyaman untuk anak-anak. Di area dalam, lantainya dilapisi karpet lembut dan beberapa bantal karakter. Di dekat pintu masuk, ada perosotan kecil yang bisa dipakai anak untuk berganti kegiatan setelah membaca.
Suasananya memang seakan sedang berada di ruang tengah suatu rumah. Bukan hanya buku yang disediakan di rak untuk dibaca di karpet, tetapi ada juga mainan teka-teki (puzzle) dan aneka mainan lain yang berserakan di lantai karena anak-anak terlalu asyik bermain.
”Pustakalana dibuka karena ingin memberikan ruang alternatif untuk anak-anak yang juga mendekatkan para ibu. Melalui Pustakalana, kami ingin setiap keluarga yakin bisa membangun sesuatu yang positif dari keluarga sehingga membangun minat baca itu bukan hal yang sulit,” tutur Puti Ceniza Sapphira, salah seorang pemilik Pustakalana.
Nama Pustakalana sudah ada sejak 2005 yang didirikan beberapa orang dari Liga Film Mahasiswa ITB. Namun, setahun kemudian, tempat itu akhirnya vakum karena para pengelolanya yang baru lulus kuliah, berpencar. Sejak Desember 2015, Pustakalana dihadirkan kembali oleh Puti Ceniza yang biasa disapa Chica, bersama rekannya, keluarga Priadi.
Saat ini, koleksi bukunya memang kebanyakan buku berbahasa Inggris karena itu adalah koleksi pribadi Chica. Ibu dua anak ini sempat menetap di Amerika Serikat selama lima tahun sehingga memiliki banyak koleksi buku anak-anak yang bergambar yang berbahasa Inggris. Saat ini, mereka dalam tahapan menambahkan koleksi buku berbahasa Indonesia.
Untuk mendekatkan para orangtua supaya mau membawa anaknya ke perpustakaan, Pustakalana memiliki Mothergoose Club. Di situlah anak-anak dan ibunya beraktivitas bersama. ”Jadi, ibu-ibunya pintar, anak-anak bahagia,” kata Dini, salah seorang sukarelawan pengelola Pustakalana.
47447270316-01-Nafisah Kidung Rembulan penulis cilik.jpg

NAFISAH Kidung Rembulan (11) salah satu dari beberapa penulis cilik yang kreatif bersama salah satu buku karyanya. (Foto: Armin Abdul Jabbar/PR)
Minat baca baik
Perpustakaan milik pemerintah, yaitu Perpustakaan Umum Provinsi Jawa Barat, Jalan Kawaluyaan Indah II Nomor 4 Kota Bandung, juga tidak ketinggalan mengutamakan kenyamanan anak-anak seperti dilihat pada rubrik Aksen hari ini (halaman 22). Dengan begitu, anak-anak semakin betah berlama-lama membaca buku.
Menurut Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Jawa Barat, Nenny Kencanawati, perpustakaan yang nyaman untuk anak-anak sangat penting untuk mengalihkan perhatian mereka dari gawai canggih. Bila aplikasi gawai membuat mereka bisa berlama-lama memandang layar, perpustakaan yang nyaman pun bisa membuat anak-anak betah membaca buku.
”Sekarang, kita hilangkan stigma perpustakaan itu bukunya kotor dan berdebu. Perpustakaan bukan sekadar tumpukan buku, tetapi anak-anak bisa menikmati waktunya di sini,” kata Nenny.
Ia menjelaskan, Bapusipda Jabar menjadi satu-satunya organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Jabar yang masuk 99 OPD teratas dalam kompetisi inovasi pelayanan publik di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
Melihat tingkat kunjungan ke Perpustakaan Umum Provinsi Jabar, perpustakaan keliling, dan berbagai taman bacaan masyarakat yang selalu ramai, Nenny tidak sepakat bila minat baca dikatakan rendah. Apalagi minat baca anak-anak yang memang jauh lebih baik dibandingkan dengan remaja.
Perpustakaan semakin beragam, ruangannya nyaman, serta buku-buku yang variannya lebih banyak. Bukan waktunya lagi menyalahkan anak karena malas ke perpustakaan, tetapi juga menjadi salah satu kewajiban orangtua untuk mendekatkan dunia anak yang diliputi rasa ingin tahu untuk mencari tahu di perpustakaan.
Bila sudah begitu, perpustakaan akan menjadi tujuan wisata literasi yang akan semakin sesak dengan anak-anak yang haus menimba ilmu melalui bacaan. Saat jendela dunia itu terbuka melalui buku-buku di perpustakaan, dunia literasi di Indonesia akan semakin bergeliat. (Vebertina Manihuruk/”PR”)